Friday, September 12, 2025
Home AswajaBuku Tulis SLTP K.H. ALI MA’SUM

K.H. ALI MA’SUM

by lpmnudiy
0 comment

K.H. Ali Maksum adalah putra pertama dari K.H. Ma’shum bin K.H. Ahmad Abdul Karim dengan Ny. Hj. Nuriyah binti KH Muhammad Zein Lasem. Beliau lahir pada tanggal 2 Maret 1915 di desa Soditan Lasem kabupaten Rembang.  Selain menjadi murid dari Syekh Dimyathi Tremas di Pacitan, K.H. Ali Maksum juga menantu ulama besar ahli Al-Qur’an yaitu K.H.M. Munawwir Krapyak Yogyakarta (Athoillah, 2022). K.H. Ali Maksum merupakan figur yang ramah, egaliter, dan penuh empati.

Sejak kecil, Kiai Ali sudah menunjukkan kepandaiannya di bidang ilmu alat, nahwu dan shorof. Kebanyakan orang yang menguasai ilmu alat tidak diimbangi dengan skill berbicara dalam Bahasa Arab. Namun demikian, hal ini tidak terjadi pada Kiai Ali, selain ilmu alat yang dikuasainya, Ali muda juga menguasai bahasa Arab secara aktif. Sejak kecil Kiai Ali dididik oleh ayahnya dalam lingkungan pesantren. Selain nahwu-shorof, beberapa ilmu lainnya juga diajarkan seperti fiqih dan balaghoh. Pada awalnya ayah Ali sangat mengharapkan anaknya pandai di bidang fiqih, bahkan porsi pelajaran fiqih lebih banyak diberikan daripada mata pelajaran lainnya, namun Ali justru jatuh cinta pada nahwu-shorof. Namun hal ini tak bisa dijadikan alasan bahwa kemampuan Kiai Ali di bidang fiqih kurang.

Dalam kiprah keulamaannya, K.H. Ali Maksum mulai mengembangkan pesantren milik ayahnya di Soditan, Lasem. Kiai Ali menekuni bidang tafsir, mewarisi gurunya yaitu Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki al-Hasani dan Syekh Umar Hamdan. Setelah K.H.M. Munawwir wafat pada tahun 1942, Kiai Ali fokus dalam mengembangkan Pesantren Krapyak bersama saudara iparnya yaitu K.H.R. Abdul Qadir Al-Munawwir dan K.H.R. Abdullah Afandi Munawwir yang kemudian disebut “Tiga Serangkai”. Perjuangan ketiga ulama tersebut berhasil membesarkan Pesantren Krapyak. Perjuangan ini dimulai pada masa yang sulit sejak penguasaan Jepang sampai saat revolusi kemerdekaan, dan masa-masa berikutnya (Athoillah, 2022).

K.H. Ali Maksum dipercaya sebagai pengajar kitab kuning di Pesantren Krapyak. Beliau terkenal sangat tegas dalam mendidik para santri. Mereka yang ketahuan tidak serius dalam belajar akan ditegur dan dimarahi terutama pada saat sorogan, yakni ketika setiap santri tampil membaca kitab di hadapan kiai. Meskipun demikian, luapan amarah itu tidak lain merupakan ungkapan rasa sayang seorang guru kepada murid. Pada dasarnya, Kiai Ali tidak ingin santri-santrinya menyerah sebelum berusaha semaksimal mungkin. Caranya dalam mendidik membuatnya begitu dicintai sehingga Sang Kiai menjadi sosok yang legendaris di Pondok Pesantren tersebut. Teladan yang diberikannya terus menginspirasi para santri hingga saat ini.

banner

K.H. Ali Maksum adalah salah satu ulama kharismatik dan cukup terkenal di Nusantara. Kecakapan ilmu di bidang ilmu alat, membuat kiai satu ini dijuluki sebagai ‘munjid ‘berjalan. ‘Munjid’ adalah salah satu nama kamus Bahasa Arab karya Louis Ma’luf dari Lebanon. Kepandaiannya tersebut juga menghasilkan beberapa karya tulis seperti Hujjah Ahlussunnah Waljama’ah yang berisi tentang dalil dan penjelasan amaliah warga Nadhatul Ulama.

Pada tahun 1955, Kiai Ali mulai membangun akar kekuatan struktur dan kultural NU baik di Yogyakarta maupun wilayah lainnya di Jawa. Adapun sasarannya adalah generasi muda, masyarakat pinggiran, akademisi, dan politisi yang memiliki simpati kepada ulama, pesantren, dan NU. Kiai Ali dalam dakwahnya selalu mengupayakan untuk menjaga persatuan NU dan umat Islam. Pada masa yang penuh krisis, terutama ketika transisi kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, Kiai Ali tampil sebagai ‘pencetus dan pengawal’ Khitah NU 1926. Langkah tersebut dilakukannya untuk menyelamatkan NU dari kepentingan politik praktis. Kiai Ali kemudian dipercaya menjabat sebagai Rais Aam PBNU (masa khidmah 1981-1984). Kiai Ali menjadi pelopor tradisi modernisasi ulama, pesantren, serta NU dalam pembangunan karakter umat Islam dan bangsa Indonesia (Athoillah, 2022).

Kiai Ali membuatkan lima bekal atau pesan bagi pengurus dan warga NU dalam meraih sukses organisasi. Adapun lima bekal tersebut adalah :

  1. Ats-Tsiqatu bi Nadhatil Ulama. Setiap warga NU harus yakin dan percaya terhadap NU sebagai satu-satunya tuntunan hidup yang benar. Hal ini tidak semerta-merta timbul secara sikap batin semata, melainkan juga realisasi yang bersifat lahir.
  2. Al-Ma’rifat wa istiqon bi Nadhatil Ulama. Warga NU harus memahami NU secara keseluruhan. NU adalah ilmu yang harus dipelajari tidak hanya berproses secara alamiah agar keyakinan itu tumbuh secara sungguh-sungguh.
  3. Al-amalu bi Ta’limi Nadhatil Ulama. Warga NU harus mengamalkan ajaran dan tuntunan NU. Tuntunan NU adalah tuntunan Islam yang berlandaskan al-Quran dan Hadis yang dinarasikan menurut bimbingan madzhab.
  4. Al jihadu fii sabili Nadhatil Ulama. Memperjuangkan NU agar tetap lestari dan berkembang pesat.
  5. Ash shobru fii sabili Nadhatil Ulama. Sabar dalam ber-NU. Artinya sabar dalam melakukan tugas, dan sabar dari bujuk rayu yang tidak senada dengan ajaran-ajaran NU serta bujuk rayu duniawi (Aninda, 2020).

K.H. Ali Maksum mengharapkan agar NU menyebarkan kemaslahatan dunia. Beliau mengonsepkan hal tersebut dengan mengutip kitab Adabud Dunya wad Din oleh Imam al-Mawardi yang menyebutkan ada enam hal yang harus dipenuhi untuk mencapai kemaslahatan dunia. Adapun enam hal tersebut adalah:

  1. Agama yang dianut (mempunyai agama).
  2. Penguasa kokoh dan berwibawa.
  3. Keadilan yang merata.
  4. Keamanan semesta.
  5. Kemakmuran sandang pangan.
  6. Pengharapan masa depan yang jauh atau wawasan dan cita-cita ke depan.

K.H. Ali Maksum mengatakan semua ini harus dikemas dengan sikap Aswaja yang tidak memisah-misahkan antara Iman, Islam dan Ihsan. Artinya, antara keyakinan, pelaksanaan dan peningkatan kualitas menjadi satu kesatuan. K.H. Ali Maksum berharap bahwa NU harus terus membangun citra dirinya dengan konsisten pada jalur perjuangan bangsa dan agama. Beliau meyakini bahwa jati diri NU tidak bisa digoyahkan karena NU kokoh dan tangguh.

Pada tahun 1989, Krapyak menjadi tuan rumah Muktamar NU Ke-28. Seminggu pasca muktamar, Kiai Ali jatuh sakit dan dirawat di RS Sardjito selama seminggu. Kiai Ali wafat ketika adzan Magrib berkumandang sekitar pukul 17.55 WIB di hari Kamis malam Jum’at, 7 Desember/ 15 Jumadil Awwal 1989 dalam usia 74 tahun. Beliau dimakamkan di komplek pemakaman Dongkelan (Dawuh Guru, 2022).

Referensi:

  1. Aninda. (2020, April 4). KH Ali Maksum: Penggerak, Pembaharu dan Soko Guru Ulama Abad 21. Diambil kembali dari Almunawwir.com: https://almunawwir.com/kh-ali-maksum-penggerak-pembaharu-dan-soko-guru-ulama-abad-21/
  2. Athoillah, A. (2022, Desember 2). KH Ali Maksum: Ulama Pembangun Karakter Bangsa. Diambil kembali dari NU Online: https://nu.or.id/tokoh/kh-ali-maksum-ulama-pembangun-karakter-bangsa-VrZ38
  3. Dawuh Guru. (2022, Maert 24). Biografi Lengkap KH Ali Maksum Beserta Ajarannya. Diambil kembali dari Dawuh Guru: https://dawuhguru.co.id/biografi-lengkap-kh-ali-maksum-beserta-ajarannya/

You may also like

Leave a Comment

LP Ma’arif NU PWNU DIY adalah lembaga otonom Nahdlatul Ulama (NU) di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berfokus pada pengelolaan pendidikan. Sebagai bagian integral dari NU, LP Ma’arif NU PWNU DIY memiliki misi untuk mengembangkan pendidikan berkualitas yang berlandaskan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.

LOCATION

Edtior's Picks

Latest Articles