Saturday, September 13, 2025
Home AswajaBuku Tulis SLTP K.H. Achmad Siddiq

K.H. Achmad Siddiq

by lpmnudiy
0 comment

K.H. Achmad Siddiq adalah satu dari sekian ulama yang terkenal di zamannya. Ia lahir sebagai putra bungsu dari pasangan KH Muhammad Siddiq dengan Nyai Maryam. Kiai Achmad lahir di Talangsari, Jember, Jawa Timur pada 10 Rajab 1344 H/24 Januari 1926. Sejak kecil, ia telah mendalami pengetahuan agamanya di dalam pesantren yang diasuh orang tuanya. Hal itu dilakukan sembari belajar di Sekolah Rakyat Islam di Jember.   Kiai Achmad Siddiq melanjutkan studinya dengan mengaji di Pondok Pesantren Tebuireng yang diasuh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari (NF, 2022).

Semasa di Tebuireng, KH Hasyim Asy’ari melihat potensi kecerdasan pada Achmad, sehingga, kamarnya pun dikhususkan oleh Kyai Hasyim. Achmad dan beberapa putra-putra kyai dikumpulkan dalam satu kamar. Pertimbangan tersebut bisa dimaklumi, karena para putra kyai (dipanggil Gus atau lora atau Non) adalah putra mahkota yang akan meneruskan pengabdian ayahnya di pesantren, sehingga pengawasan, pengajaran dan pembinaannyapun cenderung dilakukan secara khusus dari santri umumnya.

Pribadinya yang tenang menjadikan Kyai Achmad disegani oleh teman-temannya. Gaya bicaranya yang khas dan memikat dalam setiap khitobah menjadikan banyak santri yang mengaguminya. Selain itu, Kyai Achmad juga seorang kutu buku (senang baca). Di pondok Tebuireng, Kyai Achmad berkawan dengan KH Muchith Muzadi yang kemudian hari menjadi mitra diskusinva dalam merumuskan konsep-konsep strategis khususnya menyangkut ke-NU-an seperti buku Khittah Nandliyah, Fikroh Nandliyah dan sebagainya.

Kecerdasan dan kepiawaiannya berpidato, menjadikan Kyai Achmad sangat dekat hubungannya dengan KH Wahid Hasyim. Kyai Wahid telah membimbing Kyai Achmad dalam Madrasah Nidzomiyah. Perhatian Gus Wahid pada Achmad sangat besar. Gus Wahid juga mengajar ketrampilan mengetik dan membimbing pembuatan konsep-konsep. Ketika KH Wahid Hasyim memegang jabatan ketua MIAI, ketua NU dan Menteri Agama, Kyai Achmad dipercaya sebagai sekretaris pribadinya. Bagi Kyai Achmad Shiddiq tidak hanya ilmu KH Hasyim Asy’ari yang diterima namun juga ilmu dan bimbingan KH Wahid Hasyim direnungkannya secara mendalam sehingga menjadi suatu pengalaman yang sangat langka bagi seorang santri.

banner

Ketokohan Kyai Achmad terbaca masyarakat sejak menyelesaikan belajar di pondok Tebuireng. Kyai Achmad Shiddiq muda mulai aktif di GPII (Gabungan Pemuda Islam Indonesia) Jember. Karirnya di GPII melejit sampai di kepengurusan tingkat Jawa Timur. Pada Pemilu 1955, Kyai Achmad terpilih sebagai anggota DPR Daerah sementara di Jember. Perjuangan Kyai Achmad dalam mempertahankan kemerdekaan ’45 dimulai dengan jabatannya sebagai Badan Executive Pemerintah Jember, bersama A Latif Pane (PNI), P. Siahaan. (PBI) dan Nazarudin Lathif (Masyumi). Pada saat itu, bupati dijabat oleh “Soedarman, Patihnya R Soenarto dan Noto Hadinegoro sebagai sekretaris Bupati. Selain itu, Kyai Achmad juga berjuang di pasukan Mujahidin (PPPR) pada tahun 1947. Saat itu Belanda melakukan Agresi Militer yang pertama. Belanda merasa kesulitan membasmi PPPR, karena anggotanya adalah para Kyai. Agresi tersebut kemudian menimbulkan kecaman internasional terhadap Belanda sehingga muncullah Perundingan Renville. Sebagai konsekwensinya maka pejuang-pejuang di daerah kantong (termasuk Jember) harus hijrah. Para pejuang dari Jember kebanyakan mengungsi ke Tulungagung. Disanalah Kyai Achmad mempersiapkan pelarian bagi para pejuang yang mengungsi tersebut (Rouf, 2022).

Kiai Achmad Siddiq terpilih sebagai Rais Aam PBNU pada Muktamar Ke-27 NU di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur pada tahun 1984. Ia ditunjuk bersama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Umum PBNU oleh KH As’ad Syamsul Arifin selaku Ahlul Halli wal Aqdi. Semasa pengabdiannya, ia banyak melahirkan gagasan penting di dalam perjalanan sejarah organisasi Nahdlatul Ulama. Salah satu buah pemikirannya dimuat dalam buku Pedoman Berpikir NU (Al Fikrah An Nahdliyah) yang diterbitkan PC PMII Jember tahun 1969 kemudian diterbitkan kembali oleh Forum Silaturrahim Sarjana NU (FOSSNU) Jatim pada tahun 1992.

Dalam buku tersebut, KH Achmad Siddiq menerangkan kekuatan-kekuatan pendukung NU. Ia membaginya menjadi dua, yakni pendukung spiritual dan material. Secara spiritual atau ideologi harus memiliki ajaran yang benar serta keyakinan atas ajaran tersebut. Sedangkan untuk pendukung secara material, NU setidaknya membutuhkan dukungan dari empat kelompok, yaitu ulama, umat, angkatan muda dan karyawan. Keempat kelompok ini harus berjalan dengan sinergis (Najmuddin, 2024).

Gagasan penting KH Achmad Siddiq adalah pembuatan istilah-istilah persaudaraan untuk merekatkan sekaligus menata hubungan manusia dalam perspektif keagaaman Islam.   Istilah-istilah tersebut yaitu ukhuwah islamiyah (persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga negara), dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia). Tiga istilah yang kemudian dikenal dengan trilogi ukhuwah.

Selain trilogi ukhuwah, Kiai Achmad Siddiq juga merumuskan Khittah Nahdliyyah. Baginya, hal itu sangat penting dirumuskan terlebih sejak NU menjadi partai. Khittah Nahdliyiah merupakan garis-garis besar pandangan tingkah laku perjuangan NU dengan landasan wawasan keagamaan. Menurut Kiai Achmad Siddiq NU didirikan oleh para ulama yang sebelumnya sudah memiliki kesamaan dalam wawasan keagamaannya yang meliputi pandangan, sikap dan tatanan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam serta tingkah laku sehari-hari.

Kiai Achmad Siddiq wafat di Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya pada 23 Januari 1991 dan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Aulia di Desa Mojo, Kediri atas permintaan KH Hamim Tohari Djazuli Ploso Kediri saat masih hidupnya (NF, 2022).

Referensi:

  1. Najmuddin, A. (2024, Januari 29). Pedoman Berpikir NU ala KH Achmad Siddiq. Diambil kembali dari NU Online: https://nu.or.id/pustaka/pedoman-berpikir-nu-ala-kh-achmad-siddiq-adQ1k
  2. NF, M. S. (2022, Januari 27). Profil KH Achmad Siddiq, Pencetus Trilogi Ukhuwah. Diambil kembali dari NU Online: https://www.nu.or.id/tokoh/profil-kh-achmad-siddiq-pencetus-trilogi-ukhuwah-rJK61
  3. Rouf, M. A. (2022, Oktober 20). Mengenal sosok K.H. Achmad Shiddiq. Diambil kembali dari Astranawa: https://www.astranawa.com/mengenal-sosok-kh-achmad-shiddiq.html

You may also like

Leave a Comment

LP Ma’arif NU PWNU DIY adalah lembaga otonom Nahdlatul Ulama (NU) di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berfokus pada pengelolaan pendidikan. Sebagai bagian integral dari NU, LP Ma’arif NU PWNU DIY memiliki misi untuk mengembangkan pendidikan berkualitas yang berlandaskan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.

LOCATION

Edtior's Picks

Latest Articles